NTT BICARA.COM, LARANTUKA –Pengurus PGRI Flores Timur, Vinsensiana Mudaledo menyoroti kesejahteraan guru Taman Kanak-Kanank (TK) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di kabupaten paling timur pulau Flores itu.
Litani nasib guru TK dan PAUD itu dikumandangkan Vinsensia saat perayaan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2025. Setiap tanggal 2 Mei, Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), yang menjadi momen penting dalam menghargai kemajuan dunia pendidikan di tanah air. Hari ini bukan hanya sekadar tanggal di kalender, melainkan sebuah refleksi tentang bagaimana pendidikan memegang peranan vital dalam kemajuan bangsa.
Momen ini mengingatkan kita akan pentingnya peningkatan kualitas pendidikan untuk mempersiapkan generasi yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan global. Lantas, bagaimana sejarah singkat mengenai Hari Pendidikan Nasional yang selalu diperingati setiap tahun, namun banyak persoalan yang selalu di hadapi para pendidik(guru)?
Vinsensiana Mudaledo, S.Pd, Pengurus PGRI Flores Timur menyoroti, berbagai persoalan yang dihadapi guru Taman Kanak-Kanak (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Flores Timur. Menurutnya, masih sangat kompleks, khususnya guru TK/PAUD. Masih banyak guru yang belum memiliki status kepegawaian.
Masih berstatus honorer atau sukarela. Hal ini menyebabkan mereka belum memperoleh hak-hak dasar sebagai pendidik yang seharusnya dijamin negara.
Tidak hanya soal status, kesejahteraan guru TK/PAUD pun menjadi sorotan. Gaji yang diterima umumnya jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR) dan tidak menentu. Banyak dari mereka juga belum mendapatkan tunjangan profesi, karena belum tersertifikasi, disebabkan belum memenuhi syarat pendidikan, juga belum tercatat secara resmi dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
“Guru PAUD itu fondasi pendidikan bangsa. Tapi bagaimana bisa membangun fondasi yang kokoh jika nasib gurunya saja belum diurus dengan baik?” ungkap Vinsensia.
Vinsensia adalah pengurus PGRI Flores Timur bidang Pembinaan dan Pengembangan PAUD, Pendidikan Khusus, dan Nonformal. Vinsensia menjelaskan realitas di lapangan menunjukkan guru PAUD masih jauh dari sejahtera.
Persoalan lain yang dihadapi, keterbatasan kesempatan mengikuti sertifikasi pendidik. Banyak guru PAUD belum memenuhi kualifikasi minimal D-IV atau S1 sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen. Biaya dan akses pendidikan lanjutan menjadi kendala utama, terutama di daerah-daerah terpencil seperti beberapa wilayah di Flores Timur.
Tidak hanya kendala pada tenaga pendidik, namun sarana dan prasarana pembelajaran juga menjadi kendala serius.
Vinsensia menambahkan, banyak lembaga PAUD masih kekurangan media pembelajaran yang memadai, belum ramah anak, dan jauh dari standar nasional pendidikan.
“Tidak semua PAUD punya alat peraga edukatif, padahal ini penting untuk mendukung pembelajaran yang menyenangkan dan efektif bagi anak usia dini,” jelasnya.
Dalam menghadapi persoalan tersebut, PGRI Flores Timur tidak tinggal diam. Organisasi profesi guru ini telah melakukan berbagai advokasi, mulai dari mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera mengangkat guru honorer, termasuk guru PAUD, menjadi ASN baik PNS maupun PPPK. PGRI juga mendorong pengakuan formal atas status guru PAUD di semua lembaga, baik negeri maupun swasta.
Selain itu, PGRI aktif memperjuangkan peningkatan kesejahteraan guru non-ASN melalui usulan insentif tambahan, khususnya bagi guru PAUD di wilayah terpencil. Tak hanya itu, pelatihan, pendampingan sertifikasi, hingga kerja sama dengan LPTK untuk percepatan pendidikan guru PAUD terus dilakukan sebagai bagian dari komitmen PGRI dalam membela hak-hak pendidik usia dini.
“Kami di PGRI percaya bahwa guru PAUD bukan sekadar pengasuh, mereka adalah pendidik pertama yang membentuk karakter dan masa depan anak bangsa. Karena itu, mereka harus dilindungi, dihargai, dan ditingkatkan kualitas serta kesejahteraannya,” harap Vinsensia.(bam)