NTT BICARA.COM, LARANTUKA – Pengadilan Negeri Larantuka mengklarifikasi secara resmi perihal beredarnya informasi dugaan pencatutan nama hakim dan lembaga pradilan oleh oknum advokat berinisial GSD.
Diduga oknum pengacara berinisial GSD, meminta sejumlah uang kepada kliennya bernama Rusni BM dengan mengatasnamakan institusi pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Negeri Larantuka.
Dalam konferensi pers yang digelar di PN Larantuka, Senin, 26 Mei 2025, juru bicara PN Larantuka, Muhammad Irfan Syahputra, S.H, menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar dan merupakan bentuk pencatutan nama yang mencederai integritas lembaga peradilan.
“Kami akan berkonsultasi dan menyampaikan hal ini kepada Pengadilan Tinggi guna mendapatkan arahan dan pendapat hukum,” kata Irfan.
Menurut Irfan pihaknya membuka ruang bagi masyarakat untuk melaporkan dugaan pelanggaran etik melalui whistleblowing system (WBS), sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 9 Tahun 2016.
Kepada wartawan , Irfan mengingatkan bahwa pemberi dan penerima gratifikasi atau suap dalam lingkup peradilan sama-sama dapat dikenai sanksi pidana.
“Ini bagian dari edukasi kepada masyarakat. Jangan pernah tergoda untuk memberikan sesuatu demi kelancaran perkara. Baik yang memberi maupun menerima bisa dipidana,” kata Irfan.
Irfan mengungkapkan, dugaan pencatutan nama hakim oleh advokat GSD terkait penanganan perkara perdata sengketa tanah di Kelurahan Puken Tobi Wangi Bao, Kecamatan Larantuka dengan perkara nomor /putusan : 21pdt.G/2024/PN.Lrt tentang Sengketa Tanah di Pukeng Tobi Wangi Bao. Obyek perkara bengkel mobil milik Rusli BM, hal ini kejadian pertama yang mencoreng nama baik Pengadilan Negeri Larantuka.
Irfan menjelaskan selanjutnya akan dilakukan secara berjenjang dengan melibatkan unsur pimpinan dan staf internal pengadilan. Persoalan ini menurut Irfan, juga diduga ada keterlibatan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas sebagai juru sita.
Di Pengadilan Negeri Larantuka, kata Irfan, selama ini menerapkan sistem persidangan yang dirancang dalam zona steril guna menghindari potensi intervensi atau transaksi di luar proses hukum yang sah.
“Kami mendukung penuh sikap Mahkamah Agung. Tidak ada ruang bagi praktek transaksional dalam pelayanan hukum. Pengadilan Negeri Larantuka juga berkomitmen menindak tegas jika terbukti ada pelanggaran, baik dari internal maupun eksternal,” tutup Irfan.(bam)