Menu

Mode Gelap
Gubernur NTT, Melki Laka Lena Luncurkan OVOP dan Gerakan Beli Produk NTT Wabup Ignas Uran Tekankan Flotim Cerdas Berbudaya dan Jaya CEO Jabal Mart Borong Beras Organik Eco Enzyme Usai Launching Pertama di TTU, Bupati Falent Kebo Resmi Luncurkan 7 Beras Organik Eco Enzyme Veronika Darciani Penderita Kanker Otak Butuh Uluran Kasih

Flores Bicara 06:54 WITA ·

Oknum Pengacara di Larantuka Diduga Memeras Klien Puluhan Juta


 JUMPA PERS _ Juru bicara Pengadilan Negeri  Larantuka, Muhamad Irfan Syaputra memberikan keterangan pers terkait kasus dugaan pemerasan mencatut nama hakim di PN Larantuka, Senin, 26 Mei 2025 Perbesar

JUMPA PERS _ Juru bicara Pengadilan Negeri Larantuka, Muhamad Irfan Syaputra memberikan keterangan pers terkait kasus dugaan pemerasan mencatut nama hakim di PN Larantuka, Senin, 26 Mei 2025

NTT BICARA.COM, LARANTUKA – Oknum pengacara di Larantuka,  Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, diduga memeras kliennya hingga puluhan juta rupiah. Oknum  berinisial GSD  diduga memeras korban Rusli BM (30) dalam perkara Nomor  perkara/putusan : 21pdt.G/2024/PN.Lrt.

Tentang sengketa tanah di Pukeng Tobi Wangi Bao dengan obyek perkara Bengkel Mobil Milik Rusli BM. Pihak penggugat yang memenangkan perkara ini melalui kuasa hukum penggugat,Felixianus D.Rau SH.
Putusan pengadilan mengabulkan gugatan penggugat yang artinya pihak tergugat Rusli BM, dkk dinyatakan pihak yang kalah.

Terkait isu yang beredar dugaan pemerasan,  pihak penggugat dan kuasa hukum tidak tahu hal itu. Kuasa hukum penggugat meminta agar persoalan dugaan pemerasan itu diselesaikan dengan baik. Pihak penggugat melalui kuasa hukum,  Felikx D yang ditemui, menjelaskan putusan Pengadilan Negri Larantuka sudah adil memutuskan perkara berdasarkan bukti -bukti yang diajukan.

Terkait Informasi dugaan pemerasan dibenarkan Rusli BM ketika dikonfirmasi di rumahnya,  Jumat, 23 Mei 2025 siang. Warga Kelurahan Puken Tobi Wangi Bao, Kecamatan Larantuka,  itu memberikan bukti transfer uang mencapai Rp 90.000.000.

Rusli ketika ditemui menjelaskan,  uang itu ditransfer beberapa kali untuk menangani kasus perdata yang sedang hadapi. GSD meminta uang jasa sebesar Rp 40.000.000. Tidak hanya itu, korban didesak mengirim uang Rp 40.000.000. Menurut penjelasan Rusli,  uang sebanyak itu untuk melobi ke hakim, serta imbalan sebesar Rp 10.000.000 untuk bagian pertanahan.

Fakta yang diterima berbalik, Rusli BM dinyatakan kalah dalam sidang putusan perdata terkait tanah tersebut. Sesuai janji GSD, nominal Rp 40.000.000 yang sebelumnya untuk lobi putusan ke hakim akan dikembalikan jika putusan kalah. Menurut Rusli, saat kalah GSD minta  lagi Rp  50. 000.000, katanya untuk melobi ke Pengadilan Tinggi Kupang saat banding.

“Sampai sekarang GSD belum kembalikan. Saya tagih berulang kali tetapi dia hanya janji saja,” kata Rusli.

Merasa ditipu dengan kerugian jutaan rupiah, Rusli dan keluarganya akan melaporkan GSD ke Polres Flores Timur, membawa serta alat bukti transferan dan bukti percakapan di WhatsApp.

“Saya akan tempuh jalur hukum. Besok atau lusa saya ke kantor polisi,” kata Rusli.

GSD dikonfirmasi melalui sambungan selulernya dan pesan melalui WhatsApp dan berbagai upaya lainnya tdak bisa ditemui. Wartawanyang menyambangi kantornya di Kelurahan Sarotari juga tidak ditemui.

Pengadilan Negeri (PN) Larantuka menegaskan,  belum bisa melakukan tindakan apapun,  termasuk membatasi ruang beracara bagi oknum advokat yang diduga mencatut nama institusi pengadilan untuk meminta sejumlah uang pada kliennya. Pernyataan tersebut disampaikan oleh juru bicara Pengadilan Negeri Larantuka,  Muhammad Irfan Syahputra, S.H dalam konferensi pers  Senin,  26 Mei 2025.

“Kami tetap memberikan ruang kepada siapa saja, termasuk kepada oknum pengacara berinisial GSD,  jika oknum tersebut memiliki kepentingan hukum atau diberikan kuasa sebagai pengacara untuk bersidang, ya kami belum membatasi,” ujar Irfan.

Ia menyampaikan lembaganya menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah sebagai bagian dari hak asasi manusia.

“Kami pihak Pengadilan Larantuka merasa sedih, kecewa, bahkan gemas. Tapi bagaimanapun juga, PN Larantuka harus selalu menjadi teladan bagi semua insan di Flores Timur,” tambahnya.

Irfan juga mengatakan soal potensi masuknya budaya “cancel culture”, yang menurutnya berbahaya jika diterapkan sebelum ada bukti sah.

“Jangan sampai kultur dari luar itu, yang dikenal dengan istilah cancel culture, masuk ke sini. Orang belum terbukti bersalah tapi sudah dicap bersalah, dijauhi, bahkan distigma. Itu yang kami hindari,” jelasnya.

Meski demikian, Irfan menekankan bahwa apabila nanti terdapat minimal dua alat bukti yang sah sesuai ketentuan hukum, pihaknya tidak akan memberi toleransi.

“Kalau bukti sudah cukup, ya langsung diproses. Baik secara hukum juga sanksi admitrasi” katanya.

Terkait dugaan keterlibatan seorang oknum ASN yang masih aktif bekerja sebagai juru sita di PN Larantuka, Irfan menjelaskan bahwa proses klarifikasi masih berjalan dan belum ada sanksi yang dijatuhkan.

Ia mengacu pada mekanisme penanganan internal sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 9 Tahun 2016.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa pihaknya akan segera berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) lain guna mempercepat proses pengumpulan bukti terkait oknum ASN yang disebut-sebut terlibat.

“Kami akan bantu memudahkan proses klarifikasi dan pencarian bukti. Untuk saat ini, statusnya masih dugaan,” katanya.(bam)

Facebook Comments Box
Artikel ini telah dibaca 283 kali

Baca Lainnya

PN Larantuka Klarifikasi Dugaan Pencatutan Nama Hakim dan Lembaga Peradilan

27 May 2025 - 02:57 WITA

Pegawai BPN Flotim Zadrak Maupada Bantah Terlibat Dugaan Pemerasan

27 May 2025 - 02:37 WITA

Pewartah Flotim Ikrarkan Komitmen Jalankan Jurnalisme Independen

24 May 2025 - 05:10 WITA

Ketua DPRD Flotim Apresiasi Hadirnya Forum Wartawan Pewartah

24 May 2025 - 02:36 WITA

Dinsos NTT Ungkap Dugaan Prostitusi Melibatkan Anak SD hingga SMA di Labuan Bajo

22 May 2025 - 15:47 WITA

Tingkatkan Transformasi Digital Pendidikan, Bupati Juventus Temui Google

21 May 2025 - 03:58 WITA

Trending di Flores Bicara