NTT BICARA.COM, KUPANG – Di kampung Kolimasang, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, suara ketukan lembut di atas tempurung kelapa menjadi tanda lahirnya karya seni. Dari benda sederhana yang sering diabaikan itu, Pius Lamapaha memahat makna, menjadikannya simbol penghormatan kepada leluhur Lamaholot. Bagi Pius, seni tempurung bukan sekadar keterampilan tangan, tetapi jalan untuk menghormati asal-usul dan menjaga warisan budaya.
Selama bertahun-tahun, Pius berkarya di kampungnya melalui Pondok Baca Koli Ata Kiwan Art, mengajarkan bahwa seni bisa tumbuh di mana saja, bahkan di tempat yang jauh dari hiruk-pikuk kota. Ia mengubah keterbatasan menjadi kekuatan, hingga suatu hari kabar menggembirakan datang. Karya tempurungnya akan dikirim ke Swiss. Namun kegembiraan itu sempat terguncang ketika ia mengetahui mahalnya biaya pengiriman ke Eropa.
Dalam kegelisahan itu, keyakinan sederhana menjadi pegangan. Niat baik akan menemukan jalannya. Keyakinan itu terbukti ketika Bank NTT Cabang Larantuka hadir dan menanggung biaya pengiriman karya tersebut ke Swiss. Langkah nyata ini bukan hanya bantuan logistik, tetapi juga bentuk keberpihakan Bank NTT terhadap para pelaku seni dan UMKM di daerah. Bank NTT telah menunjukkan bahwa lembaga keuangan daerah bisa menjadi penggerak kebanggaan lokal menuju panggung dunia.

Dukungan ini disambut hangat oleh masyarakat Flores Timur. Kepedulian Bank NTT menjadi bukti bahwa sinergi antara lembaga dan masyarakat bisa melahirkan cerita besar dari tempat kecil. Seni tempurung yang diukir dengan tangan dan hati kini bukan lagi milik kampung semata, tetapi juga menjadi bagian dari dialog budaya global.
Bagi Pius Lamapaha, perjalanan ini adalah panggilan jiwa. Membawa pesan leluhur Lamaholot ke Eropa melalui karya yang lahir dari tempurung. Ia bukan hanya perajin, tetapi penutur cerita tentang ketekunan, cinta budaya, dan keyakinan bahwa “berkarya sampai mati” bukan sekadar slogan, melainkan jalan hidup.
“Terima kasih Bank NTT, yang telah membuka jalan bagi karya dari pelosok Flores Timur untuk terbang jauh. Dan, untuk Pius Lamapaha, teruslah menjadi inspirasi bagi seniman muda di Adonara dan seluruh Flores Timur. Karena dari kampung kecil inilah, cerita besar tentang seni, leluhur, dan harapan dimulai dan kini, bergema sampai ke Eropa,”kata Markus, warga Larantuka.

Pius Lamapaha selalu menanamkan prinsip hidup, kerja,kerja dan kerja. “Obatnya malas itu cuma satu. Kerja ketika kamu beekrja dan sudah jatuh cinta pada pekerjaanmu (walau tidak membuatmu kaya), waktu kerjamu sehari terasa tak pernah cukup,” demikian Pius Lamapaha.(*/gem)
































