Menu

Mode Gelap
Sepak Bola Menyatukan dan Menggerakkan Ekonomi Daerah BREAKING NEWS : Diculik di Makassar, Bocah 4 Tahun Ditemukan di Jambi Emirat Arab Siapkan US$5 Juta Kembangkan Pariwisata di Komodo Dilepas Wabup Simon, Persami Siap Horo..oooo di Ende Tiga Kader Muda Pimpin PDIP NTT, Simak Susunan Pengurusnya

Politik 02:52 WITA ·

Bersiap-siap Pemilihan Kepala Daerah Kembali Oleh DPRD


 Tito Karnavian Perbesar

Tito Karnavian

NTT BICARA.COM, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan bahwa konstitusi Indonesia membuka ruang bagi kepala daerah untuk tidak dipilih langsung oleh rakyat, melainkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pernyataan ini merespons wacana yang kembali mencuat mengenai perubahan mekanisme Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

“Saya hanya bicara aturan saja. Kalau kita lihat Pasal 18B ayat 4 UUD 1945, itu kuncinya. Disebutkan bahwa gubernur, wakil gubernur, wali kota, wakil wali kota, bupati, wakil bupati, dipilih secara demokratis. Kata ‘demokratis’ itu tidak secara eksplisit berarti harus langsung,” ujar Tito kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 29 Juli  2025.

Menurut Tito, sistem demokratis tidak identik dengan pemilihan langsung. Ia menilai pemilihan melalui DPRD juga bisa dianggap sah selama tetap mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi.

Ketika ditanya soal pandangan Presiden Prabowo Subianto terkait usulan ini, Tito tidak memberikan jawaban tegas. Namun, ia menyampaikan bahwa Presiden Prabowo memiliki perhatian terhadap biaya politik yang tinggi dan potensi konflik dalam pilkada langsung.

“Pak Presiden melihat biaya yang mahal, potensi konflik tinggi. Kandidat habiskan dana miliaran, lalu ada PSU (Pemungutan Suara Ulang) berkali-kali. Sementara hasilnya belum tentu menghasilkan pemimpin berkualitas,” kata Tito.

Ia mencontohkan sejumlah daerah seperti Papua dan Kabupaten Bangka yang terpaksa melakukan PSU meski kemampuan fiskal terbatas. “Uang habis hanya untuk memilih, padahal bisa digunakan untuk kepentingan rakyat,” tambahnya.

Tito menegaskan pemerintah masih membuka ruang diskusi terkait mekanisme pilkada ke depan. “Di internal kita ada rapat. Pernah ada rapat. Kita hitung plus minusnya,” ujar mantan Kapolri ini.

Wacana pilkada melalui DPRD sempat menjadi kontroversi di masa lalu dan menuai penolakan publik. Namun, dengan pertimbangan efisiensi anggaran dan stabilitas politik, ide ini kembali mengemuka di kalangan elite pemerintahan.

Baca juga :  Festival Bale Nagi Mengusung Tema "Torang Ada Torang Berkarya"

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Dr. Yance Arizoan mengkritik tajam wacara pilkada oleh DPRD. Dia menilai wacana ini sebagai bentuk kemunduran demokrasi Indonesia. Menurutnya, jika ide ini direalisasikan menjadi taktik awal dalam merusak kelembagaan demokrasi yang telah dibangun sejak reformasi.

Dia menilai banyak dampak negatif apabila pemilihan kepala daerah kembali ke DPRD. Dari sisi politik akan menghilangkan  hak politik warga untuk memilih pemimpin daerah baik,  yang  lahir karena dipilih langsung oleh rakyat. Selain itu, akan ada determinan dari partai politik untuk menentukan kepala daerah. Partai politik di Indonesia, katanya, sejauh ini sangat sentralistik, jadi keputusan DPP yang akan diikuti oelh anggota-anggota partainya di daerah. (gem) 

Facebook Comments Box
Artikel ini telah dibaca 26 kali

Baca Lainnya

Tingkatkan Partisipasi Publik, Bawaslu NTT Siapkan Kanal Sahabat Bawaslu

29 October 2025 - 01:07 WITA

Gubernur NTT Berharap ASN Melayani Lebih Baik Pasca Retret

14 October 2025 - 01:20 WITA

BKH : Sejak Era Jokowi Demokrat Desak Pengesahan RUU Perampasan Aset

4 September 2025 - 08:15 WITA

Puan Maharani : Pintu DPR Terbuka Lebar

25 August 2025 - 02:58 WITA

Tanpa Hasto, Ini Struktur DPP PDIP Hasil Konggres VI Bali

3 August 2025 - 10:39 WITA

Kembangkan Sapi di TTS Kementan Siap Gandeng Investor

26 July 2025 - 06:44 WITA

Trending di Politik