NTT BICARA.COM, KUPANG – Aliansi Nasional untuk Demokrasi Baru (ANDB), Senin, 16 Juni 2025, menggelar akasi unjuk rasa di Kantor Gubernur NTT. Mereka menuntut pemerintah memberikan kepastian hukum atas tanah yang sudah puluhan tahun ditempati masyarakat eks pengungsi Tim Tim di Naibonat, Kabupaten Kupang.
Menurut ANDB, kehadiran negara mengklaim kepemilikan tanah di lokasi itu justru membuat kegaduhan. Warga beralasan kalau penempatan tanah itu sebetulnya diberikan negara untuk warga yang memilih bergabung ke Indonesia pasca gejolak Timor Timur.
Pola relokasi yang dilakukan ke Burung Unta di Fatuleu adalah gagasan yang tidak cocok. Sebab, itu bagian dari pemaksaan. Apalagi, kualitas dari bangunan itu pun sangat buruk.
Selain itu, tempat relokasi juga tidak menyediakan atau ikut menunjang kehidupan sosial budaya masyarakat seperti lahan pertanian dan lainnya.
Setelah berorasi hampir satu jam lebih, massa diterima perwakilan Pemerintah Provinsi NTT di ruang Asisten I Setda NTT.
Salah seorang orator bernama Henry mengatakan, sudah ada dari berbagai pihak yang memiliki kompetensi untuk melihat dan menguji hunian rumah 2.100 yang berada di Burung Unta Kabupaten Kupang. Diaa meminta agar relokasi itu tidak dilakukan, karena tidak memenuhi aturan.
Dalam skema TORA yang dianggap redistribusi lahan itu, katanya, sangat merugikan masyarakat. Karena skema itu tidak memberi kepastian kepemilikan tanah yang bisa diwariskan ke generasi selanjutnya.
“Kami meminta pihak pemerintah agar segera melakukan langkah-langkah agar segera menuntaskan semua yang terlibat dalam kasus tersebut,” katanya.
Henry meminta Pemerintah Provinsi NTT agar hadir untuk melihat para buruh di Burung Unta yang selama ini kerap mendapatkan berbagai masalah. Bahkan ada buruh yang tidak dibayar upah maupun perlakuan lainnya.
Dinas Ketenagakerjaan NTT perlu turun tangan untuk melihat itu sekaligus melakukan pengawasan yang ketat. Dinas teknis harus bisa melakukan pengawasan secara ketat dari sisi upah dan kesejahteraan buruh.
“Perlu dilakukan pengawasan, upah tidak layak. Lebih menyakitkan bantuan itu justru dikorupsi. Kami menuntut agar bapak Gubernur bersikap,” tandasnya.
“Kami sudah 27 tahun tapi sampai hari ini tidak dilihat. Hak kami tidak diperhatikan. Hak kami dirampas. Kami mau dipindahkan ke Burung Unta, tidak ada akses. Kami datang ke sini sebagai warga NKRI. Pak Gubernur tolong perhatikan kami warga yang masih bertahan di Naibonat,” ujar seorang pengunjukrasa lainnya.
Dia mengatakan, penggunaan aparat keamanan justru untuk menindas masyarakat lokal seperti di Naibonat. Masyarakat yang ada di tempat itu sebetulnya sangat mematuhi aturan. Terbukti itu ketika rutin membayar pajak kepada pemerintah.
Solusi untuk relokasi ke tempat lain yang kini disediakan justru tidak dipandang dari sisi kemanusiaan. Masih banyak bangunan yang tidak sesuai dengan peruntukannya bagi masyarakat.
Kehadiran negara saat ini justru tidak memberi efek berarti. Masyarakat menjadi korban atas ketidakpastian yang diberikan negara. Masyarakat hidup dalam dilematis.
“Kami masyarakat Indonesia yang sah. Kami bukan pengungsi. Pemerintah dengan segala macam skema, dengan kebijakan membuat kesengsaraan baru bagi masyarakat,” katanya.(gem)




























